Kamis, 01 Juli 2010

Perbaikan Beton Pasca Kebakaran

Beton bertulang umumnya dapat diperbaiki kembali setelah mengalami kebakaran. Prosedur yang umum dilakukan untuk mengukur tingkat kerusakan yang terjadi pada elemen- elemen struktur beton bertulang. Artikel perancangan konstruksi ini menguraikan tentang bagaimana kita harus mengumpulkan data dari sebuah gedung pasca kebakaran, menentukan klasifikasi kerusakan struktur, menentukan factor kerusakan dan merencanakan perbaikan/ perkuatan struktur.juga diuraikan bagaimana pengaruh suatu kebakaran terhadap struktur beton bertulang.

Umum

Setelah kebakaran terjadi, suatu penelitian awal sebaiknya segera dilaksanakan. Penelitian tingkat kerusakan dapat dibagi menjadi beberapa langkah pokok, yaiut pengukuran kualitatif dan kuantitatif, dan penentuan klasifikasi kerusakan struktur akibat api. Penentuan klasifikasi kerusakan ini harus mempertimbangkan berbagai hal yang telah dikumpulkan, hal mana akan dibahas dalam artikel perancangan konstruksi ini.

Pengaruh kebakaran terhadap struktur beton.

Warna beton dapat berubah akibat pemanasan, karena itu warna dapat dipakai sebagai indikasi temperature maksimum yang telah terjadi dan lama api ekuivalen. Pengaruh baja dari kenaikan suhu dan pendinginan juga telah banyak diteliti. Untuk baja giling panas, umumnya kekuatannya pulih pada saat setelah dingin kembali. Apabila mengalami kenaikan suhu tidak melebihi 600’ celcius. Diatas suhu ini akan terjadi penurunan permanent dari kuat leleh baja.

Mengingat kedua hal tersebut, maka pengukuran suhu yang dicapai oleh elemen struktur beton pada saat terjadinya kebakaran menjadi suatu hal yang sangat penting. Karena kita tidak bisa mengetahui secara langsung berapa suhu yang tercapai dan berapa lama waktunya, maka kita berusaha mendapatkan perkiraan ini dari berbagai pendekatan, yang diuraikan dalam butir- butir selanjutnya, yaitu antara lain lewat pengamatan visual, pengujian setempat maupun uji coba beban.

Perubahan warna pada beton

Warna beton setelah terjadi proses pendinginan membantu dalam mengindikasikan temperature maksimum yang pernah dialami beton dalam beberapa kasus, suhu diatas 300/ c mengakibatkan perubahan warna beton menjadi sedikit kemerahan. Hal ini terjadi karena adanya senyawa garam besi dalam agregat atau pasir beton.

A. Klasifikasi visual :

Pengamatan visual seperti yang telah diuraikan dapat dilakukan dan disajikan dalam suatu denah yang menunjukkan klasifikasi kerusakan yang teramati.

1. Spalling dan crazing pada beton

Spalling adalah gejala melepasnya sebagian permukaan beton dalam bentuk lapisan tipis (beberapa cm). Crazing adalah gejala retak remuk pada permukaan beton. Kedua hal ini berkatian langsung dengan kenaikan temperature pada beton.

2. Retak (cracking)

Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar daripada betonnya sendiri. Tetapi pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton. Pada temperature yang lebih tinggi lagi hal ini dapat menyebabkan terjadinya retak dan tentang lamanya kebakaran dari saksi mata, besarnya ruangan, arah angina, letak dan besaran ventilasi, semuanya harus dirangkum dan dianalisis. Tujuan akhit adalah memperkirakan suhu maksimum yang terjadi dan lama kebakaran.

3. Uji baja tulangan

Beberapa sampel besi beton dapat diambil dari elemen struktur yang ada. Dengan catatan jangan sampai membahayajan strukturnya. Uji laboratorium untuk kuat leleh, kuat tarik dan perpanjangannya dan bandingkan dengan standar SII untuk besi pada kelas tersebut. Dari sii dapat disimpulkan kemundiran yang telah terjadi pada besi beton. Sebaiknya pengujian dilakukan pada berbagai kelas kerusakan.

4. Kondisi beton

Berbagai pengujian dapat dilakukan pada beton untuk mengetahui kondisi beton yang ada, seperti uji palu beton , pengambilan sampel secara mekanis dan uji kuat tekannya, pulse-echo NDT, ultrasonic pulse velocity dengan soniscope dan uji beban.

Faktor kerusakan

Berbagai pengujian pengaruh kenaikan tempertur telah dilakukan terhadap komponen beton bertulang. Baik terhadap betonnya sendiri maupun terhadap besi betonnya. Tetapi semua pengujian ini didasarkan pada suatu api standar, yaitu ISO834 standard fire ini dan menentukan analisis pendekatan antar real fire terhadap standard fire ini dan menentukan lama api ekuivalennya

Setelah mengetahui lama api ekuivalen dan temperature maksimum, baru kita dapat menentukan factor kerusakan beton dan baja tulangan. Untuk beton dalam keadaan tertekan, biasnya factor kerusakan diambil 0,85 bila temperaturnya berkisar antara 300’c sampai 1000’c. Untuk baja tulangan pada kisaran temperatur ini , perlu ditinjau kemungkinan kehilangan lekatan dan penjangkaran. Biasanya factor kerusakan diambil 0,7.

Gambar 1 : Pekerjaan perkuatan pelat Gambar 2 : Pekerjaan perkuatan kolom

Perkuatan / perbaikan struktur

Yang dimaksud dengan perbaikan disini adalah mengembalikan kekuatan suatu elemen struktur sehingga sama dengan kekuatan awal. Sedangkan perkuatan adalah memperkuat suatu elemen struktur sehingga dapat memenuhi syarat terhadap gaya- gaya dalam akibat pembebanan tertentu.

Selanjutnya perlu dibuat perencanaan perkuatan struktur yang mencakup langkah- langkah sebagai berikut :

  1. Studi teknik perbaikan dan pengenalan akan bahan- bahan perbaikan yang akan digunakan.
  2. Perancangan elemen- elemen struktur yang akan diperkuat dan pembuatan gambar- gambar detail disertai urutan pekerjaannya.
  3. Penulisan spesifikasi.

Selain mengembalikan kekuatan struktur, perlu diperhatikan pula bahwa sifat ketahanan struktur kebakaran harus dipulihkan juga.

B. Teknik perbaikan:

Secara garis besar, metode perbaikan dapat dikelompokkan menurut bahan yang digunakan, yaitu resin, polymer, cement mortar, plesteran, mineral yang diaplikasi dengan cara penyemprotan dan proses beton semprot (sprayed concrete).

1. Perbaikan dengan resin

Perbaikan dengan bahan resin mencakup berbagai konfigurasi tambalan dan isian, dengan bahan epoxy resin, polyester resin dan mortar acrylic. Resin dapat mengisi celah- celah retak dan berfungsi untuk menyatukan kembali beton yang sudah retak. Resin juga dapat digunakan pada daerah- daerah yang mengalami spalling setempat. Namun perlu diperhatikan bahwa material resin pada suhu sekitar 80’c mulai melemah, sehingga perbaikan dengan resin tidak dapat memberikan perlindungan terhadap api. Dalam hal ini perencana harus betul0 betul teliti mempelajari brosur produk yang akan dipakai dan mengetahui batasan bahan- bahan itu.

2. Plesteran

Berupa adukan semen yang dicampur dengan pasir. Plesteran dapat digunakan untuk menambah bagian- bagian yang rusak. Ketahanan kebakaran dapat dikembalikan sampai suatu taraf tertentu, namun perlindungan terhadap korosi tulangan tidak dapat diharapkan.

3. Sprayed Mineral

Bahan – bahan jenis ini umumnya dijual di pasaran dengan merek dagang tertentu. Material ini dapat disemprotkan ke permukaan elemen struktur yang ingin dilindungi terhadap kebakaran. Perlu dicatat material ini tidak dapat dipakai untuk keperluan struktural.

4. Polymer Modified Mortar

Bahan ini umumnya dipakai sebagai bahan tambahan untuk menutup bagian kecil yang dikerjakan secara manual, dengan ketebalan sampai 30 mm. Bahan yang sering dipakai adalah SBR (styrene butadiene rubber). Dalam hal ini perlu dipelajari sifat ketahanan api dari bahan tersebut.

5. Beton tembak (shotcrete)

Shotcrete merupakan suatu proses pekerjaan dengan menyemprotkan mortar atau beton dengan suatu alat yang bertekanan. Shotcrete memberikan beberapa keuntungan antara lain :

  1. Rongga – rongga pada permukaan akan terisi bahkan pada permukaan yang tidak beraturan.

  2. Pengikatan yang baik antara bahan yang dipakai dan permukaan yang dikerjakan.

  3. Menekan biaya pemasangan bekisting.

  4. Variasi ketebalan beton dapat diatur dengan mudah.

Teknik pelaksanaan shotcrete dibedakan menjadi wet mix dan dry mix dan keduanya mempunyai persyaratan tertentu baik dalam hal pelaksanaan, bahan maupun alat yang digunakan. Teknik dengan mix seringkali pula disebut dengan istilah gunite.

6. Semen

Adukan dengan bahan dasar semen ini dapat diaplikasikan secara manual ke bagian- bagian yang mengalami kerusakan. Beberapa factor yang perlu diperhatikan adalah lekatan bahan dengan beton lama dan ketebalan plestera. Untuk memperoleh lekatan yang baik, permukaan beton lama harus dibersihkan dan diperkasar dan diberi bonding agent yang kompatibel.

Reaksi semen dengan air secara kimia adalah proses eksoterm yang menghasilkan panas, Panas ini dapat menimbulkan retak- retak. Karena itu ketebalan plesteran harus dibatasi dengan 30 mm.

Perbaikan jenis ini dapat mengembalikan sifat ketahanan kebakaran struktur. Untuk perbaikan structural umumnya digunakan campuran antara semen dengan epoxy yang lazim disebut epoxy mortar. Untuk ketebalan yang lebih besar, bahan ini perlu dicampur dengan agregat. Agar panas yang terjadi dapat berkurang.

Dari seluruh metode perbaikan yang dikenal, shotcrete merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk memperbaiki sebuah struktur gedung yang rusak akibat api. Shotcrete dapat dikombinasikan dengan penambahan tulangan dan teknik ini dapat menambah kekuatan elemen struktur yang ada. Fungsi ketahanan terhadap kebakaran dan sebagai lapisan pelindung untuk menjaga durability elemen struktur juga bisa dipenuhi. Apabila diaplikasikan pada bidang yang luas, teknik ini sangat efektif dan merupakan solusi yang tepat dari segi biaya dan kecepatan. Kelamahan shotcrete adalah bahwa metode ini dapat menambah bobot struktur, memerukan peralatan yang relative mahal dan memerlukan tenaga operator yangterlatih dan berpengalaman.

0 komentar:

Posting Komentar