About me

CIRCLE OF MY LIFE

Way of Life

FRIEND AND COMPATRIOTS

Past life

WHEN I USED TO BE

Project

MY LAST PROJECT, INDOFERO - INDOCOKE, CIWANDAN, CILEGON

Project

NEW PROJECT II / MENTENG RESIDANCE, JAKARTA

Kamis, 15 Juli 2010

Concrete Joint

1. Construction joint, Joint yang dibuat untuk menghubungan segmen-segmen dalam proses pengecoran beton. Untuk area pengecoran yang sangat luas, sulit untuk dilakukan pengecoran sekaligus, karena itu dikerjakan dengan beberapa segmen pengecoran, nah, untuk menghubungkan satu segmen dengan segmen yang lain inilah disebut construction joint. Construction joint bisa menggunakan dowel.











2. Contraction Joint, adalah joint-joint yang dibuat khusus untuk mengontrol retak pada beton untuk area yang luas. Contraction Joint dibuat dengan spasi 2xtebal concrete dalam satuan feet untuk ukuran aggregate maximum ¾'' (dimana tebal concrete dalam inches). Misal kita punya concrete slab tebal 5'' dan aggregate yang dipakai ¾'' maka maximum spacing jointnya adalah 10 feet. Tetapi ketika ukuran aggregatenya lebih besar maka spasinya menjadi 2 ½ x tebal slab.











3. Isolation/Expansion Joint: Joint yang digunakan untuk memisahkan 2 atau lebih sistem structure yang berbeda. Misal, isolation joint yang dipakai untuk memisahkan Machine Foundation dengan slab disekitarnya, agar tidak ada penyaluran beban dari machine foundation ke slab disekitarnya digunakan isolation joint, bisa dari karet/seal, aspal dsb.



Jenis - Jenis Admixture

Admixture adalah bahan/material selain air, semen dan agregat yang ditambahkan ke dalam beton atau mortar sebelum atau selama pengadukan. Admixture digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik beton.

JENIS-JENIS ADMIXTURE


Secara umum ada dua jenis bahan tambah yaitu bahan tambah yang berupa mineral (additive) dan bahan tambah kimiawi (chimical admixture). Bahan tambah admixture ditambahkan pada saat pengadukan atau pada saat pengecoran. Sedangkan bahan tambah additive ditambahkan pada saat pengadukan. Bahan tambah admixture biasanya dimaksudkan untuk mengubah perilaku beton pada saat pelaksanaan atau untuk meningkatkan kinerja beton pada saat pelaksanaan. Untuk bahan tambah additive lebih banyak bersifat penyemenan sehingga digunakan dengan tujuan perbaikan kinerja kekuatannya.

Menurut ASTM C.494, admixture dibedakan menjadi tujuh jenis, yaitu :


1) Tipe A : Water Reducing Admixture (WRA)


Bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi penggunaan air pengaduk untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Dengan menggunakan jenis bahan tambah ini akan dapat dicapai tiga hal, yaitu :


o Hanya menambah/meningkatkan workability. Dengan menambahkan WRA ke dalam beton maka dengan fas (kadar air dan semen) yang sama akan didapatkan beton dengan nilai slump yang lebih tinggi. Dengan slump yang lebih tinggi, maka beton segar akan lebih mudah dituang, diaduk dan dipadatkan. Karena jumlah semen dan air tidak dikurangi dan workability meningkat maka akan diperoleh kekuatan tekan beton keras yang lebih besar dibandingkan beton tanpa WRA.


o Menambah kekuatan tekan beton. Dengan mengurangi/memperkecil fas (jumlah air dikurangi, jumlah semen tetap) dan menambahkan WRA pada beton segar akan diperoleh beton dengan kekuatan yang lebih tinggi. Dari beberapa hasil penelitian ternyata dengan fas yang lebih rendah tetapi workability tinggi maka kuat tekan beton meningkat.


o Mengurangi biaya (ekonomis). Dengan menambahkan WRA dan mengurangi jumlah semen serta air, maka akan diperoleh beton yang memiliki workability sama dengan beton tanpa WRA dan kekuatan tekannya juga sama dengan beton tanpa WRA. Dengan demikian beton lebih ekonomis karena dengan kekuatan yang sama dibutuhkan jumlah semen yang lebih sedikit.


2) Tipe B : Retarding Admixture


Bahan tambah yang berfungsi untuk memperlambat proses waktu pengikatan beton. Biasanya digunakan pada saat kondisi cuaca panas, memperpanjang waktu untuk pemadatan, pengangkutan dan pengecoran.


3) Tipe C : Accelerating Admixtures


Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat proses pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk memperpendek waktu pengikatan semen sehingga mempecepat pencapaian kekuatan beton. Yang termasuk jenis accelerator adalah : kalsium klorida, bromide, karbonat dan silikat. Pda daerah-daerah yang menyebabkan korosi tinggi tidak dianjurkan menggunakan accelerator jenis kalsium klorida. Dosis maksimum yang dapat ditambahkan pada beton adalah sebesar 2 % dari berat semen.


4) Tipe D : Water Reducing and Retarding Admixture


Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan dengan konsistensi tertentu sekaligus memperlambat proses pengikatan awal dan pengerasan beton. Dengan menambahkan bahan ini ke dalam beton, maka jumlah semen dapat dikurangi sebanding dengan jumlah air yang dikurangi. Bahan ini berbentuk cair sehingga dalam perencanaan jumlah air pengaduk beton, maka berat admixture ini harus ditambahkan sebagai berat air total pada beton.


5) Tipe E : Water Reducing and Accelerating Admixture


Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan dengan konsistensi tertentu sekaligus mempercepat proses pengikatan awal dan pengerasan beton. Beton yang ditambah dengan bahan tambah jenis ini akan dihasilkan beton dengan waktu pengikatan yang cepat serta kadar air yang rendah tetapi tetap workable. Dengan menggunakan bahan ini diinginkan beton yang mempunyai kuat tekan tinggi dengan waktu pengikatan yang lebih cepat (beton mempunyai kekuatan awal yang tinggi).


6) Tipe F : Water Reducing, High Range Admixture


Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12 % atau lebih. Dengan menmbahkan bahan ini ke dalam beton, diinginkan untuk mengurangi jumlah air pengaduk dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga diharapkan kekuatan beton yang dihasilkan tinggi dengan jumlah air sedikit, tetapi tingkat kemudahan pekerjaan (workability beton) juga lebih tinggi. Bahan tambah jenis ini berupa superplasticizer. Yang termasuk jenis superplasticizer adalah : kondensi sulfonat melamine formaldehyde dengan kandungan klorida sebesar 0,005 %, sulfonat nafthalin formaldehyde, modifikasi lignosulphonat tanpa kandungan klorida. Jenis bahan ini dapat mengurangi jumlah air pada campuran beton dan meningkatkan slump beton sampai 208 mm. Dosis yang dianjurkan adalah 1 % - 2 % dari berat semen.


7) Tipe G : Water Reducing, High Range Retarding admixtures


Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12 % atau lebih sekaligus menghambat pengikatan dan pengerasan beton. Bahan ini merupakan gabungan superplasticizer dengan memperlambat waktu ikat beton. Digunakan apabila pekerjaan sempit karena keterbatasan sumberdaya dan ruang kerja.


Jenis-jenis bahan tambah mineral (Additive)


Jenis bahan tambah mineral (additive) yang ditambahkan pada beton dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja kuat tekan beton dan lebih bersifat penyemenan. Beton yang kekuarangan butiran halus dalam agregat menjadi tidak kohesif dan mudah bleeding. Untuk mengatasi kondisi ini biasanya ditambahkan bahan tambah additive yang berbentuk butiran padat yang halus. Penambahan additive biasanya dilakukan pada beton kurus, dimana betonnya kekurangan agregat halus dan beton dengan kadar semen yang biasa tetapi perlu dipompa pada jarak yang jauh. Yang termasuk jenis additive adalah : puzzollan, fly ash, slag dan silica fume.

Curing/ Perawatan Beton

Reaksi kimiawi antara semen dan air membutuhkan waktu. Fungsi semen sebagai perekat mulai berkembang pada saat umur beton masih muda, makanya untuk pekerjaan beton baik konvensional maupun precast perlu dilakukan perawatan beton. Tujuan perawatan beton yaitu :

  1. Mencegah kehilangan moisture pada beton (tidak kurang dari 80%)
  2. Mempertahankan suhu yang baik selama durasi waktu tertentu (diatas suhu beku dan dibawah 50 derajat Celcius)

Tips untuk perawatan beton :

  1. Gunakan air secukupnya
  2. Jangan dibiarkan kering
  3. Beton kering = semua reaksi berhenti
  4. Beton tidak dapat direvitalisasi setelah kering
  5. Pertahankan suhu yang sedang (20-30 derajat Celcius)
  6. Beton yang mengandung abu terbang membutuhkan waktu perawatan lebih lama

Pengaruh temperatur terhadap beton :

  1. Semakin tinggi suhu, semakin cepat terjadinya reaksi hidrasi
  2. Suhu ideal adalah suhu ruang
  3. Bila beton membeku selama 24 jam pertama, maka beton tersebut tidak akan pernah mencapai kembali sifat awalnya
  4. Suhu perawatan diatas 50 derajat C dapat merusak beton karena semen mengeras terlalu cepat
  5. Perawatan yang dipercepat dapat menghasilkan beton yang lebih kuat namun memiliki durabilitas yang rendah

Jenis-jenis perawatan beton antara lain :

1. Steam Curing

  • Menguntungkan bila menginginkan kekuatan awal
  • Panas tambahan dibutuhkan untuk menyelesaikan hidrasi (misal pada musim dingin)
  • Ada 2 metoda, yaitu Live steam (tekanan atmosferik) & Autoclave (tekanan tinggi)

2. Penyemprotan/ Fogging

  • Metoda yang baik untuk kondisi dgn suhu diatas suhu beku dan humiditas rendah
  • Kekurangannya yaitu biaya & dapat menyebabkan erosi pada permukaan beton yang baru mengeras

3. Penggenangan/Perendaman

  • Ideal untuk mencegah hilangnya moisture
  • Mempertahankan suhu yang seragam
  • Kekurangannya yaitu membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan perlu pengawasan & tidak praktis untuk proyek yang besar

4. Lembaran Plastik (Sesuai ASTM C171)

  • Lapisan Polyethylene dgn ketebalan 4 mm
  • Kelebihannya yaitu ringan, efektif sbg penghalang hilangnya moisture, & mudah diterapkan
  • Kekurangannya yaitu dapat menyebabkan discoloration permukaan, lebih terlihat bila lapisan plastik bergelombang, & diperlukan penambahan air secara periodik

5. Penutup Basah (Sesuai ASTM C171)

  • Menggunakan bahan yang dapat mempertahankan moisture, spt. burlap (karung goni) yang dibasahin
  • Kelebihannya yaitu tidak terjadi discoloration & tahan terhadap api
  • Kekurangannya yaitu memerlukan penambahan air secara periodik & diperlukan lapisan plastik penutup burlap untuk mengurangi kebutuhan penambahan air

6. Curing Compound (Sesuai ASTM C 309)

  • Membentuk lapisan tipis pada permukaan untuk menghalangi penguapan
  • Efisiensinya di test dengan ASTM C 156

Ver. II METODE PERBAIKAN RETAK PADA SLAB

Ruang Lingkup
Pekerjaan perbaikan pada slab baik retak yang bersifat non struktural (retak rambut) maupun retak struktural.
Tujuan dan Sasaran
Perbaikan terhadap retak dilakukan dengan tujuan :

  1. Memberikan perlindungan terhadap tulangan pada lokasi retak agar tidak terpengaruh lingkungan luar.
  2. Merekatkan kembali beton setelah mengalami pemisahan akibat retak agar beton yang telah mengalami pemisahan tersebut dapat berfungsi kembali sebagaimana mestinya.

Tipe retak
Tipe – tipe retak yang terjadi dapat dikategorikan sebagai berikut :

  1. Retak struktural (retak tembus).
  2. Retak non struktural (retak rambut).

Batasan
Untuk pelaksanaan perbaikan dilakukan dengan beberapa metode yang sesuai dengan batasan berikut :

  • Coating

Metode perbaikan dengan coating dilaksanakan pada retak yang bersifat non struktural (retak rambut) bertujuan untuk memberikan perlindungan pada tulangan terhadap pengaruh lingkungan luar

  • Epoxy Injection

Metode perbaikan dengan epoxy injection dilaksanakan pada retak yang bersifat struktural (retak tembus) bertujuan untuk merekatkan kembali beton yang mengalami pemisahan

Methodologi

  • Coating

Bahan :

- Material epoxy coating

- Material bonding agent

Alat :

- Mesin Gerinda

- Sendok semen

- Roskam

- Kape

- Sterofoam

- Ember

- Amplas

Cara :

1. Bersihkan permukaan beton pada bagian yang retak dari semua kotoran dan debu.

2. Beri material bonding agent pada bagian yang retak.

3. Tutup semua bagian yang retak dengan bahan epoxy coating

4. Biarkan material sampai mengeras selama 24 jam

5. Bersihkan bagian bekas coating dengan amplas

  • Epoxy Injection

Bahan :

- Material Epoxy

- Material Resin Injeksi

Alat – alat Bantu :

- Mesin Gerinda

- Pompa Kompressor Mini/Tabung Suntik

- Tabung Pengatur Angin

- Tabung Material Injeksi

- Bor Beton

- Nepel Plastik

- Selang Plastik

Cara Pelaksanaan :

1. Cipping pada jalur retak

2. Bersihkan permukaan beton pada bagian yang retak dari semua kotoran dan debu dengan menggunakan angin kompressor/sikat kawat.

3. Bor pada bagian atas atau bawah pada lokasi retak untuk penempatan nepel dengan jarak ± 20 cm.

4. Pasang Nepel dan lem pada tempat–tempat yang telah dibor dengan menggunakan bahan epoxy.

5. Tutup semua bagian retak dengan epoxy.

6. Pekerjaan injeksi dilakukan dari lebar retak yang besar ke arah lebar retak yang kecil.

Alat yang digunakan untuk menginjeksi yaitu :

Memakai Mini Kompressor :

1. Isi tabung dengan material injeksi dengan dosis sesuai prosedur/brosur

2. Hubungkan selang antar mini kompressor–tabung pengatur angin–tabung material injeksi–nepel.

3. Hidupkan mini kompressor dengan tekanan 2–3 MPa (Low Pressure)

4. Buka tabung pengatur angin dengan perlahan sampai campuran injeksi mengalir masuk nepel 1 dan mengisi bagian yang retak sampai material injeksi keluar dari lubang kontrol pada nepel 2.

5. Ikat selang yang sudah terpasang pada nepel 2 agar cairan dapat menyebar ke seluruh bagian yang retak sehingga dapat terisi oleh material injeksi.

6. Buka tabung pengatur angin dengan perlahan sampai campuran injeksi mengalir masuk nepel 3 dan mengisi bagian yang retak sampai material injeksi keluar dari lubang kontrol pada nepel 4.

7. Ikat selang yang sudah terpasang pada nepel 4 agar cairan dapat menyebar ke seluruh bagian yang retak sehingga dapat terisi oleh material injeksi, lakukan dengan cara yang sama pada seluruh nepel yang terpasang.

Memakai Tabung Suntik :

1. Isi tabung suntik dengan material injeksi dengan dosis sesuai prosedur/brosur

2. Tempatkan lubang tabung suntik pada lubang nepel 1

3. Gunakan tali karet untuk mendesak secara perlahan bahan epoxy yang ada di tabung suntik.

4. Setelah isi dalam tabung di nepel 1 habis, segera tempatkan lubang tabung suntik pada lubang nepel 2.

5. Biarkan material mengeras selama 24 jam untuk nepel–nepel plastik kemudian bisa dilepas.

6. Bersihkan bagian bekas injeksi dengan amplas.

Sabtu, 03 Juli 2010

Cara Standar Mendapatkan Sampel Beton Untuk Pengujian

book1_21869_image002

Ada dua pengujian yang utama yang dilakuan terhadap beton, yaitu :

  1. SLUMP Test
    Slump Test bertujuan untuk menunjukkan Workability atau istilah bakunya kelecakan (seberapa lecak/encer/muddy) suatu adukan beton.
  2. COMPRESSION Test atau Tes Uji Tekan
    Tes Uji Tekan ini bertujuan untuk mengetahui berapa kekuatan yang bisa dicapai beton tersebut. Test Uji Tekan ini tentu saja dilakukan pada saat beton sudah mengeras.

Test tersebut harus selalu dilakukan dengan hati-hati. Test yang kurang memperhatikan prosedur yang baik dan benar dapat memberikan hasil yang tidak tepat.

SAMPLING
Langkah pertama adalah mengambil sampel atau contoh dari batch beton, misalnya dari truk beton atau truk ready-mix. Pengambilan sampel ini harus sesegera mungkin dilakukan begitu truk sudah sampai di lokasi proyek. Jadi, sampel diambil di lokasi, bukan di Batching Plant, yaitu tempat dimana truk ready mix mengambil dan mencampur bahan baku beton.

Sampel dapat diambil dalam dua cara:

  1. Untuk persetujuan boleh dipakai atau tidak, sampel diambil setelah 0.2 meter kubik beton sudah dituang (dicor) terlebih dahulu. Jadi, beton dituang dulu sebanyak 0.2 m kubik, kemudian diambil sampel. Jika oke, beton tersebut boleh dipakai. Jika tidak, tentu saja dikembalikan. :D
  2. Untuk pengecekan rutin: sampel diambil dari tiap tiga bagian muatan beton dalam truk.

perlengkapan

SLUMP TEST
Tujuannya adalah memastikan bahwa campuran beton tersebut tidak terlalu encer dan tidak terlalu keras. Slump yang diukur harus berada dalam range atau dalam batas toleransi dari yang ditargetkan.

Peralatan

  • Slump cone standar (diamter atas 100 mm, diameter bawah 200 mm, dan tinggi 300 mm)
  • Sekup kecil
  • Batang besi silinder (panjang 600 mm, diameter 16 mm)
  • Penggaris/mistar/ruler
  • Papan slump (ukuran 500×500 mm)

perlengkapan
Prosedur

  • Bersihkan cone. Basahi permukaannya dengan air, dan tempatkan di papan slump. Papan slump harus bersih, stabil (tidak mudah bergeser),tidak berdebu, dan tidak miring.
  • Ambil sampel beton
  • step a1
    Berdiri pada pijakan (kuping) yang ada pada cone. Isi sepertiga bagian dari cone dengan sampel. Padatkan dengan cara rodding, yaitu menusuk-nusuk beton sebanyak 25 kali. Lakukan dari bagian terluar ke bagian tengah.
  • step a2
    Isi lagi hingga mencapai 2/3 bagian cone. Lakukan rodding 25 kali, tapi hanya sampai ke bagian atas lapisan pertama. Bukan ke dasar cone.
  • step a3
    Isi hingga penuh, lakukan lagi rodding 25 kali hingga ke bagian atas lapisan kedua.
  • step a4
    Ratakan bagian atas beton yang “meluap” dengan menggunakan batang besi. Bersikan papan slump di sekitar cone. Tekan pegangan cone ke bawah, dan lepaskan pijakan.
  • step a5
    Angkat pelan-pelan cone tersebut. Jangan sampai sampel bergerak/bergeser.
  • step a6
    Balikkan cone, tempatkan di samping sampel, dan letakkan batang besi di atas cone yang terbalik tersebut.
  • step a7
    Ukur slump beberapa titik, dan catat rata-ratanya.
  • step a8
    Jika sampelnya gagal atau berada di luar toleransi, maka harus diambil sampel lain, kemudian dilakukan slump test lagi. Jika masih gagal juga, maka beton tersebut boleh ditolak.

UJI KUAT TEKAN

Uji kuat tekan bertujuan untuk mengetahui kuat tekan dari beton yang sudah mengeras. Test ini dilakukan di laboratorium, dan tentu saja bukan di lokasi proyek (off-site). Yang bisa dilakukan di lokasi (site) hanyalah membuat atau mencetak beton silinder untuk diuji. Kan, sampelnya ada di site. Tidak boleh membawa sampel ke laboratorium, kemudian masukkan ke cetakan silinder. Cetakan silinder harus disediakan di lokasi proyek.

Kekuatan beton dapat diukur dalam satuan MPa atau satuan lain misalnya kg/cm2. Kuat tekan ini menunjukkan mutu beton yang diukur pada umur beton 28 hari.

Peralatan Pembuatan Sampel

  • Tabung/silinder cetakan (diameter 100mm x 200mm H, atau diameter 150 mm x 300 mm H)
  • Sekup kecil.
  • Batang besi silinder (diameter 16 mm, panjang 600 mm)
  • Pelat baja sebagai dudukan

book1_21869_image024

Prosedur Pembuatan Sampel Silinder

  • Bersihkan cetakan silinder dan lumuri permukaan dalamnya dengan form oil, agar adukan beton tidak menempel di permukaan metal dari cetakan tersebut.
  • Ambil sampel adukan beton.
  • step b1
    Isi 1/2 dari isi cetakan dengan sampel dan lakukan pemadatan dengan cara rodding sebanyak 25 kali. Pemadatan juga dapat dilakukan di atas meja getar.
  • step b2
    Isi lagi cetakan silinder hingga sampel beton sedikit meluap. Lakukan rodding 25 kali sampai ke atas lapisan pertama.
  • step b3
    Ratakan beton yang meluap, dan bersihkan tumpahan-tumpahan beton yang menempel di sekitar cetakan.
  • step b4
    Beri label. Letakkan di tempat yang teduh dan kering dan biarkan beton setting sekurang-kurangnya selama 24 jam.
  • step b5
    Buka cetakan dan bawa beton silinder ke laboratorium untuk dilakukan uji kuat tekan.

Untuk detail Uji Tekan, sambil menunggu.. saya hubungi laboratorium dulu kalau begitu.

Manfaat Menggunakan Silica Fume dalam Beton

Silica Fume telah digunakan di seluruh dunia maupun di daerah selama bertahun-tahun di mana kekuatan beton menjadi tinggi dan tahan lama. Silica Fume meningkatkan karakteristik beton, baik beton segar maupun beton keras.


Mengurangi Permeabilitas Beton.
Penyediaan beton tahan terhadap lingkungan yang paling agresif, properti yang paling penting adalah permeabilitas.
Mengurangi masuknya air atau bahan kimia ; menurunkan reaksi deterious seperti serangan sulfat, penguatan korosi. Reaksi antara Silica Fume dan kalsium hidroksida, dirilis sebagai hydrates semen, menjadikan struktur yang kedap/padat dan tidak berpori. Meskipun total porositas dari beton Silica Fume serupa dengan beton OPC, namun rata-rata ukuran pori-porinya jauh lebih baik, sehingga dapat mengurangi permeabilitas.


Peningkatan Performances mekanis beton.
Silica Fume yang bereaksi dengan pasta semen untuk membentuk kuat tambahan Kalsium Silikat Minum (CSH) memberikan kekuatan yang lebih tinggi. Silica Fume dapat meningkatkan ikatan pasta semen dengan agregat. Berkat pozzolanic efek (reaksi dengan Ca (OH) 2), dapat meningkatkan kekuatan beton, Silica Fume dapat digunakan untuk mengurangi jumlah semen pada campuran.Selain itu dapat menghemat biaya, manfaat lain adalah mengurangi total panas hidrasi dan dapat meningkatkan kinerja yang nyata dalam hal perlawanan terhadap serangan kimia.


Peningkatan resistensi Sulfate Beton.
Penggunaan beton di lingkungan yang mengandung sulfat, diperlukan bahan tambahan cementitious dapat meningkatkan ketahanan terhadap sulfat.Utilitas dari Silica Fume untuk meningkatkan ketahanan beton terhadap serangan sulfat telah banyak dipelajari. Semen tahan sulfat (tipe V) memiliki konten C3A rendah untuk memperkecil risiko dari serangan sulfat. Namun, hal ini tidak selalu memberikan kekebalan:-ada jenis sulfat tertentu yang bereaksi dengan kapur terhidrasi dengan kalsium silikat hidrat, sulfat semen sendiri kurang memberikan perlindungan dari yang diharapkan. - Apabila C3A rendah, semen lebih rentan terhadap serangan korosi. Bentuk dasar serangan sulfat adalah sebagai berikut: Aluminates reaktif dalam semen akan bereaksi dengan gypsum selama proses hidrasi. Proses ini tidak berbahaya karena tidak menghasilkan ettringite terhadap kekuatan dan stabil dalam larutan sulfat.
Jika jumlah aluminates reaktif dalam semen terlalu tinggi, maka bentuk hidrat yang tersedia akan bereaksi dengan sulfat setelah semen mengeras.
Ini akan menghasilkan ettringite dan cracking dari beton.
Aluminate Minum + Kalsium Hidroksida + sulfat + air => Ettringite.
Prinsip kedua adalah serangan menyebabkan interaksi asam sulfat dan kalsium ion hidroksida, menyebabkan pembentukan gypsum.
Kalsium hidroksida + sulfat + air => Gypsum
Telah terbukti bahwa kation (kalsium, magnesium, aluminium, amonium) dari garam sulfat mempengaruhi jenis dan keparahan serangan.


Peningkatan Perlindungan Korosi Tulangan.
Struktur beton yang digunakan di dalam air laut, bentuk perlawanan sulfat harus dipertimbangkan untuk desain beton tetapi perlawanan terhadap difusi klorida melalui beton umumnya merupakan perhatian utama juga.
Beberapa studi yang dilakukan di beberapa negara membuktikan bahwa semen tipe 1 (dengan konten C3A tinggi) dicampur dengan Silica Fume yang digunakan dalam kombinasi dengan rentang yang tinggi memberikan performa tahan lama, tinggi terhadap penguatan karena dipicu klorida korosi dan tahan terhadap serangan sulfat.
Alasan utama dari hasil ini dapat dirangkum sebagai berikut: - Silica Fume mengurangi permeabilitas beton. Mengurangi masuknya air dan bahan kimia.- Kemampuan semen C3A tinggi untuk hasil yang kompleks dengan klorida dalam pembentukan senyawa yg tidak larut, dapat mengurangi mobilitas ion klorida bebas untuk penguatan-permukaan beton.


Klasifikasi Jembatan

a) Klasifikasi material superstruktur

Menurut material superstrukturnya jembatan diklasifikasikan atas:
− Jembatan baja
Jembatan yang menggunakan berbagai macam komponen dan sistem struktur baja: deck, girder, rangka batang, pelengkung,
penahan dan penggantung kabel.
− Jembatan beton Jembatan yang beton bertulang dan beton prategang
− Jembatan kayu
Jembatan dengan bahan kayu untuk bentang yang relatif pendek
− Jembatan Metal alloy
Jembatan yang menggunakan bahan metal alloy seperti alluminium
alloy dan stainless steel
− Jembatan komposit
Jembatan dengan bahan komposit komposit fiber dan plastik
− Jembatan batu
Jembatan yang terbuat dari bahan batu; di masa lampau batu merupakan bahan yang umum digunakan untuk jembatan pelengkung.

b) Klasifikasi berdasarkan penggunanya

− Jembatan jalan
Jembatan untuk lalu lintas kendaraan bermotor
− Jembatan kereta api
Jembatan untuk lintasan kereta api
− Jembatan kombinasi
Jembatan yang digunakan sebagai lintasan kendaraan bermotor dan
kereta api
− Jembatan pejalan kaki
Jembatan yang digunakan untuk lalu lintas pejalan kaki
− Jembatan aquaduct
Jembatan untuk menyangga jaringan perpipaan saluran air

c) Klasifikasi berdasarkan sistem struktur yang digunakan

− jembatan I–Girder.
Gelagar utama terdiri dari plat girder atau rolled-I. Penampang I efektif menahan beban tekuk dan geser.
− Jembatan gelagar kotak (box girder)
Gelagar utama terdiri dari satu atau beberapa balok kotak baja fabrikasi dan dibangun dari beton, sehingga mampu menahan lendutan, geser dan torsi secara efektif.
− Jembatan Balok T (T-Beam)
Sejumlah Balok T dari beton bertulang diletakkan bersebelahan untuk mendukung beban hidup
− Jembatan Gelagar Komposit
Plat lantai beton dihubungkan dengan girder atau gelagar baja yang bekerja sama mendukung beban sebagai satu kesatuan balok. Gelagar baja terutama menahan tarik sedangkan plat beton menahan momen lendutan.
− Jembatan gelagar grillage (grillage girder)
Gelagar utama dihubungkan secara melintang dengan balok lantai membentuk pola grid dan akan menyalurkan beban bersama-sama
− Jembatan Dek Othotropic
Dek terdiri dari plat dek baja dan rusuk/rib pengaku
− Jembatan Rangka Batang (Truss)
Elemen-elemen berbentuk batang disusun dengan pola dasar enerus dalam struktur segitiga kaku. Elemen-elemen tersebut dihubungkan dengan sambungan pada ujungnya. Setiap bagian menahan beban axial juga tekan dan tarik.
Gambar 9.2. menunjukkan Jembatan truss Warren dengan elemen vertikal yang disebut ”through bridge”, plat dek diletakkan melintasi bagian bawah
jembatan

− Jembatan Pelengkung (arch)
Pelengkung merupakan struktur busur vertikal yang mampu menahan beban tegangan axial
− Jembatan Kabel Tarik (Cable stayed)
Gelagar digantung oleh kabel berkekuatan tinggi dari satu atau lebih menara. Desain ini lebih sesuai untuk jembatan jarak panjang
− Jembatan Gantung
Gelagar digantung oleh penggantung vertikal atau mendekati vertikal yang kemudian digantungkan pada kabel penggantung utama yang melewati menara dari tumpuan satu ke tumpuan lainnya. Beban diteruskan melalui gaya tarik kabel. Desain ini sesuai dengan jembatan dengan bentang yang terpanjang.

d) Klasifikasi berdasarkan kondisi pendukung

Gambar 9.3. menunjukkan tiga perbedaan kondisi pendukung untuk gelagar dan gelagar rangka
− Jembatan dengan pendukung sederhana
Gelagar utama atau rangka batang ditopang oleh roll di satu sisi dan sendi di sisi yang lainnya.
− Jembatan dengan pendukung menerus
Gelagar atau rangka batang didukung menerus oleh lebih dari tiga sendi sehingga menjadi sistem struktur yang tidak tetap. Kecenderungan itu lebih ekonomis karena jumlah sambungan sedikit serta tidak memerlukan perawatan. Penurunan pada pendukung sebaiknya dihindari.
− Jembatan gerber (jembatan kantilever)
Jembatan menerus yang dibuat dengan penempatan sendi di antara pendukung.
− Jembatan rangka kaku
Gelagar terhubung secara kaku pada sub struktur

Desain Konseptual

Desain jembatan merupakan sebuah kombinasi kreasi seni, ilmu alam, dan teknologi. Desain konseptual merupakan langkah awal yang harus di ambil perancang untuk mewujudkan dan menggambarkan jembatan untuk menentukan fungsi dasar dan tampilan, sebelum dianalisa secara teoritis dan membuat detail-detail desain. Proses desain termasuk pertimbangan faktor-faktor penting seperti pemilihan sistem jembatan, material, proporsi, dimensi, pondasi, estetika dan lingkungan sekitarnya. Perencanaan jembatan secara prinsip dimaksudkan untuk mendapatkan fungsi tertentu yang optimal. Proyek jembatan diawali dengan perencanaan kondisi yang mendasar. Untuk mendapatkan tujuan yang spesifik, jembatan memiliki beberapa arah yang berbeda-beda; lurus, miring atau tidak simetris, dan melengkung horisontal seperti terlihat pada Gambar 9.4. Jembatan lurus mudah di rencanakan dan dibangun tetapi memerlukan bentang yang panjang. Jembatan miring atau jembatan lengkung umumnya diperlukan untuk jalan raya jalur cepat (expressway) atau jalan kereta api yang memerlukan garis jalan harus tetap lurus atau melengkung ke atas, sering memerlukan desain yang lebih sulit. Lebar jembatan tergantung pada keperluan lalu lintasnya. Untuk jembatan layang, lebarnya ditentukan oleh lebar jalur lalu lintas dan lebar jalur pejalan kaki, dan seringkali disamakan dengan lebar jalannya.

Klasifikasi Jembatan

a) Klasifikasi material superstruktur

Menurut material superstrukturnya jembatan diklasifikasikan atas:
− Jembatan baja
Jembatan yang menggunakan berbagai macam komponen dan sistem struktur baja: deck, girder, rangka batang, pelengkung,
penahan dan penggantung kabel.
− Jembatan beton Jembatan yang beton bertulang dan beton prategang
− Jembatan kayu
Jembatan dengan bahan kayu untuk bentang yang relatif pendek
− Jembatan Metal alloy
Jembatan yang menggunakan bahan metal alloy seperti alluminium
alloy dan stainless steel
− Jembatan komposit
Jembatan dengan bahan komposit komposit fiber dan plastik
− Jembatan batu
Jembatan yang terbuat dari bahan batu; di masa lampau batu merupakan bahan yang umum digunakan untuk jembatan pelengkung.

b) Klasifikasi berdasarkan penggunanya

− Jembatan jalan
Jembatan untuk lalu lintas kendaraan bermotor
− Jembatan kereta api
Jembatan untuk lintasan kereta api
− Jembatan kombinasi
Jembatan yang digunakan sebagai lintasan kendaraan bermotor dan
kereta api
− Jembatan pejalan kaki
Jembatan yang digunakan untuk lalu lintas pejalan kaki
− Jembatan aquaduct
Jembatan untuk menyangga jaringan perpipaan saluran air

c) Klasifikasi berdasarkan sistem struktur yang digunakan

− jembatan I–Girder.
Gelagar utama terdiri dari plat girder atau rolled-I. Penampang I efektif menahan beban tekuk dan geser.
− Jembatan gelagar kotak (box girder)
Gelagar utama terdiri dari satu atau beberapa balok kotak baja fabrikasi dan dibangun dari beton, sehingga mampu menahan lendutan, geser dan torsi secara efektif.
− Jembatan Balok T (T-Beam)
Sejumlah Balok T dari beton bertulang diletakkan bersebelahan untuk mendukung beban hidup
− Jembatan Gelagar Komposit
Plat lantai beton dihubungkan dengan girder atau gelagar baja yang bekerja sama mendukung beban sebagai satu kesatuan balok. Gelagar baja terutama menahan tarik sedangkan plat beton menahan momen lendutan.
− Jembatan gelagar grillage (grillage girder)
Gelagar utama dihubungkan secara melintang dengan balok lantai membentuk pola grid dan akan menyalurkan beban bersama-sama
− Jembatan Dek Othotropic
Dek terdiri dari plat dek baja dan rusuk/rib pengaku
− Jembatan Rangka Batang (Truss)
Elemen-elemen berbentuk batang disusun dengan pola dasar enerus dalam struktur segitiga kaku. Elemen-elemen tersebut dihubungkan dengan sambungan pada ujungnya. Setiap bagian menahan beban axial juga tekan dan tarik.
Gambar 9.2. menunjukkan Jembatan truss Warren dengan elemen vertikal yang disebut ”through bridge”, plat dek diletakkan melintasi bagian bawah
jembatan

− Jembatan Pelengkung (arch)
Pelengkung merupakan struktur busur vertikal yang mampu menahan beban tegangan axial
− Jembatan Kabel Tarik (Cable stayed)
Gelagar digantung oleh kabel berkekuatan tinggi dari satu atau lebih menara. Desain ini lebih sesuai untuk jembatan jarak panjang
− Jembatan Gantung
Gelagar digantung oleh penggantung vertikal atau mendekati vertikal yang kemudian digantungkan pada kabel penggantung utama yang melewati menara dari tumpuan satu ke tumpuan lainnya. Beban diteruskan melalui gaya tarik kabel. Desain ini sesuai dengan jembatan dengan bentang yang terpanjang.

d) Klasifikasi berdasarkan kondisi pendukung

Gambar 9.3. menunjukkan tiga perbedaan kondisi pendukung untuk gelagar dan gelagar rangka
− Jembatan dengan pendukung sederhana
Gelagar utama atau rangka batang ditopang oleh roll di satu sisi dan sendi di sisi yang lainnya.
− Jembatan dengan pendukung menerus
Gelagar atau rangka batang didukung menerus oleh lebih dari tiga sendi sehingga menjadi sistem struktur yang tidak tetap. Kecenderungan itu lebih ekonomis karena jumlah sambungan sedikit serta tidak memerlukan perawatan. Penurunan pada pendukung sebaiknya dihindari.
− Jembatan gerber (jembatan kantilever)
Jembatan menerus yang dibuat dengan penempatan sendi di antara pendukung.
− Jembatan rangka kaku
Gelagar terhubung secara kaku pada sub struktur

Desain Konseptual

Desain jembatan merupakan sebuah kombinasi kreasi seni, ilmu alam, dan teknologi. Desain konseptual merupakan langkah awal yang harus di ambil perancang untuk mewujudkan dan menggambarkan jembatan untuk menentukan fungsi dasar dan tampilan, sebelum dianalisa secara teoritis dan membuat detail-detail desain. Proses desain termasuk pertimbangan faktor-faktor penting seperti pemilihan sistem jembatan, material, proporsi, dimensi, pondasi, estetika dan lingkungan sekitarnya. Perencanaan jembatan secara prinsip dimaksudkan untuk mendapatkan fungsi tertentu yang optimal. Proyek jembatan diawali dengan perencanaan kondisi yang mendasar. Untuk mendapatkan tujuan yang spesifik, jembatan memiliki beberapa arah yang berbeda-beda; lurus, miring atau tidak simetris, dan melengkung horisontal seperti terlihat pada Gambar 9.4. Jembatan lurus mudah di rencanakan dan dibangun tetapi memerlukan bentang yang panjang. Jembatan miring atau jembatan lengkung umumnya diperlukan untuk jalan raya jalur cepat (expressway) atau jalan kereta api yang memerlukan garis jalan harus tetap lurus atau melengkung ke atas, sering memerlukan desain yang lebih sulit. Lebar jembatan tergantung pada keperluan lalu lintasnya. Untuk jembatan layang, lebarnya ditentukan oleh lebar jalur lalu lintas dan lebar jalur pejalan kaki, dan seringkali disamakan dengan lebar jalannya.

Kamis, 01 Juli 2010

Sistem Pondasi Rig's

Rig adalah peralatan yang mesti kita temukan pada setiap perusahaan oil & gas (Kontraktor production sharing), alat ini di gunakan untuk melakukan pengeboran guna memperoleh minyak dan gas, dimana titik pengeboran ini selanjutnya disebut well. Gas dan minyak yang diproduksi dari well ini selanjutnya disalurkan pada pabrik untuk dikelola lebih lanjut.

oilfield-pictures-052.jpg

Konstruksi Rig, Berupa space frame yang terbuat dari baja dilengkapi dengan tower yang meyerupai menara yang berfusi sebagai fasilitas untuk memasang tubing atau casing saat pengeboran. tower ini bertumpu pada platform dengan elevasi tertentu dimana diatas platform ini terdapat banyak fasilitas termasuk tempat peristirahatan, karena pada platform ini proses pengeboran dilakukan serta dimonitor.

Platform ini bertumpu pada bantalan baja yang disebut dengan subbase structure yang terbuat dari plat-plat baja, sub base structure ini lah yang berfunsi mentransfer beban ke pondasi atau tanah. Struktur dari sub base ini dirancang kaku sehingga mampu menyalurkan semua beban diatasnya.

n-229-15-11-06-am.jpg

Total load saat opersai dari konstrusi rig berkisar 100 ton, mengingat konstruksinya yang cukup berat maka pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang pancang. Disisi lain, Rig merupakan konstruksi yang bersifat portable dimana setelah melakukan pengeboran disatu lokasi maka rig akan dipindah kelokasi lain untuk melakukan pengeboran berikutnya. Karena sifatnya yang portable ini maka connection antara kepala pile sebagai pondasi terhadap sub base structure sebagai pile cap atau poor menjadi spesial.

Apa yang spesial?, design connection dari kepala pile terhadap sub base structure selaku pile cap dirancang sebagai roll dimana reaction loadnya hanya berupa vertical reaction. Pile hanya dirancang menahan beban vertikal.

cimg0263.jpg

Lho, trus gimana dengan gaya horisontal akibat angin atau gempa? mengingat bobot mati dari structure yang mencapai 1000 ton lebih maka, dari hasil analisis struktur diperoleh bahwa tidak ada beban tarik pada pile akibat haya horisontal akibat angin pada struktur Rig. Analisis struktur dilakukan menggunakan bantuan sofware Staad pro 2004.

Dalam satu kesempatan beberapa bulan berlalu, ada mahasiswa magang sekaligus tugas akhir dari Universitas Brawijaya Malang, melakukan study untuk membandingkan serta menemukan engineering jugment untuk penggantian tiang pancang baja yang selama ini digunakan pada perusahaan tempat saya bekerja dengan PC spun pile, dengan pertimbangn yang diperhatikan adalah :

1. Kemudahan pekerjaan : tiang pancang baja lebih mudah dilaksanakan dari tiang pancang beton.

2. Cost : cost yang dikeluarkan lebih hemat jika menggunakan tiang pancang beton dari pada tiang pancang baja.

Perbaikan Beton Pasca Kebakaran

Beton bertulang umumnya dapat diperbaiki kembali setelah mengalami kebakaran. Prosedur yang umum dilakukan untuk mengukur tingkat kerusakan yang terjadi pada elemen- elemen struktur beton bertulang. Artikel perancangan konstruksi ini menguraikan tentang bagaimana kita harus mengumpulkan data dari sebuah gedung pasca kebakaran, menentukan klasifikasi kerusakan struktur, menentukan factor kerusakan dan merencanakan perbaikan/ perkuatan struktur.juga diuraikan bagaimana pengaruh suatu kebakaran terhadap struktur beton bertulang.

Umum

Setelah kebakaran terjadi, suatu penelitian awal sebaiknya segera dilaksanakan. Penelitian tingkat kerusakan dapat dibagi menjadi beberapa langkah pokok, yaiut pengukuran kualitatif dan kuantitatif, dan penentuan klasifikasi kerusakan struktur akibat api. Penentuan klasifikasi kerusakan ini harus mempertimbangkan berbagai hal yang telah dikumpulkan, hal mana akan dibahas dalam artikel perancangan konstruksi ini.

Pengaruh kebakaran terhadap struktur beton.

Warna beton dapat berubah akibat pemanasan, karena itu warna dapat dipakai sebagai indikasi temperature maksimum yang telah terjadi dan lama api ekuivalen. Pengaruh baja dari kenaikan suhu dan pendinginan juga telah banyak diteliti. Untuk baja giling panas, umumnya kekuatannya pulih pada saat setelah dingin kembali. Apabila mengalami kenaikan suhu tidak melebihi 600’ celcius. Diatas suhu ini akan terjadi penurunan permanent dari kuat leleh baja.

Mengingat kedua hal tersebut, maka pengukuran suhu yang dicapai oleh elemen struktur beton pada saat terjadinya kebakaran menjadi suatu hal yang sangat penting. Karena kita tidak bisa mengetahui secara langsung berapa suhu yang tercapai dan berapa lama waktunya, maka kita berusaha mendapatkan perkiraan ini dari berbagai pendekatan, yang diuraikan dalam butir- butir selanjutnya, yaitu antara lain lewat pengamatan visual, pengujian setempat maupun uji coba beban.

Perubahan warna pada beton

Warna beton setelah terjadi proses pendinginan membantu dalam mengindikasikan temperature maksimum yang pernah dialami beton dalam beberapa kasus, suhu diatas 300/ c mengakibatkan perubahan warna beton menjadi sedikit kemerahan. Hal ini terjadi karena adanya senyawa garam besi dalam agregat atau pasir beton.

A. Klasifikasi visual :

Pengamatan visual seperti yang telah diuraikan dapat dilakukan dan disajikan dalam suatu denah yang menunjukkan klasifikasi kerusakan yang teramati.

1. Spalling dan crazing pada beton

Spalling adalah gejala melepasnya sebagian permukaan beton dalam bentuk lapisan tipis (beberapa cm). Crazing adalah gejala retak remuk pada permukaan beton. Kedua hal ini berkatian langsung dengan kenaikan temperature pada beton.

2. Retak (cracking)

Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar daripada betonnya sendiri. Tetapi pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton. Pada temperature yang lebih tinggi lagi hal ini dapat menyebabkan terjadinya retak dan tentang lamanya kebakaran dari saksi mata, besarnya ruangan, arah angina, letak dan besaran ventilasi, semuanya harus dirangkum dan dianalisis. Tujuan akhit adalah memperkirakan suhu maksimum yang terjadi dan lama kebakaran.

3. Uji baja tulangan

Beberapa sampel besi beton dapat diambil dari elemen struktur yang ada. Dengan catatan jangan sampai membahayajan strukturnya. Uji laboratorium untuk kuat leleh, kuat tarik dan perpanjangannya dan bandingkan dengan standar SII untuk besi pada kelas tersebut. Dari sii dapat disimpulkan kemundiran yang telah terjadi pada besi beton. Sebaiknya pengujian dilakukan pada berbagai kelas kerusakan.

4. Kondisi beton

Berbagai pengujian dapat dilakukan pada beton untuk mengetahui kondisi beton yang ada, seperti uji palu beton , pengambilan sampel secara mekanis dan uji kuat tekannya, pulse-echo NDT, ultrasonic pulse velocity dengan soniscope dan uji beban.

Faktor kerusakan

Berbagai pengujian pengaruh kenaikan tempertur telah dilakukan terhadap komponen beton bertulang. Baik terhadap betonnya sendiri maupun terhadap besi betonnya. Tetapi semua pengujian ini didasarkan pada suatu api standar, yaitu ISO834 standard fire ini dan menentukan analisis pendekatan antar real fire terhadap standard fire ini dan menentukan lama api ekuivalennya

Setelah mengetahui lama api ekuivalen dan temperature maksimum, baru kita dapat menentukan factor kerusakan beton dan baja tulangan. Untuk beton dalam keadaan tertekan, biasnya factor kerusakan diambil 0,85 bila temperaturnya berkisar antara 300’c sampai 1000’c. Untuk baja tulangan pada kisaran temperatur ini , perlu ditinjau kemungkinan kehilangan lekatan dan penjangkaran. Biasanya factor kerusakan diambil 0,7.

Gambar 1 : Pekerjaan perkuatan pelat Gambar 2 : Pekerjaan perkuatan kolom

Perkuatan / perbaikan struktur

Yang dimaksud dengan perbaikan disini adalah mengembalikan kekuatan suatu elemen struktur sehingga sama dengan kekuatan awal. Sedangkan perkuatan adalah memperkuat suatu elemen struktur sehingga dapat memenuhi syarat terhadap gaya- gaya dalam akibat pembebanan tertentu.

Selanjutnya perlu dibuat perencanaan perkuatan struktur yang mencakup langkah- langkah sebagai berikut :

  1. Studi teknik perbaikan dan pengenalan akan bahan- bahan perbaikan yang akan digunakan.
  2. Perancangan elemen- elemen struktur yang akan diperkuat dan pembuatan gambar- gambar detail disertai urutan pekerjaannya.
  3. Penulisan spesifikasi.

Selain mengembalikan kekuatan struktur, perlu diperhatikan pula bahwa sifat ketahanan struktur kebakaran harus dipulihkan juga.

B. Teknik perbaikan:

Secara garis besar, metode perbaikan dapat dikelompokkan menurut bahan yang digunakan, yaitu resin, polymer, cement mortar, plesteran, mineral yang diaplikasi dengan cara penyemprotan dan proses beton semprot (sprayed concrete).

1. Perbaikan dengan resin

Perbaikan dengan bahan resin mencakup berbagai konfigurasi tambalan dan isian, dengan bahan epoxy resin, polyester resin dan mortar acrylic. Resin dapat mengisi celah- celah retak dan berfungsi untuk menyatukan kembali beton yang sudah retak. Resin juga dapat digunakan pada daerah- daerah yang mengalami spalling setempat. Namun perlu diperhatikan bahwa material resin pada suhu sekitar 80’c mulai melemah, sehingga perbaikan dengan resin tidak dapat memberikan perlindungan terhadap api. Dalam hal ini perencana harus betul0 betul teliti mempelajari brosur produk yang akan dipakai dan mengetahui batasan bahan- bahan itu.

2. Plesteran

Berupa adukan semen yang dicampur dengan pasir. Plesteran dapat digunakan untuk menambah bagian- bagian yang rusak. Ketahanan kebakaran dapat dikembalikan sampai suatu taraf tertentu, namun perlindungan terhadap korosi tulangan tidak dapat diharapkan.

3. Sprayed Mineral

Bahan – bahan jenis ini umumnya dijual di pasaran dengan merek dagang tertentu. Material ini dapat disemprotkan ke permukaan elemen struktur yang ingin dilindungi terhadap kebakaran. Perlu dicatat material ini tidak dapat dipakai untuk keperluan struktural.

4. Polymer Modified Mortar

Bahan ini umumnya dipakai sebagai bahan tambahan untuk menutup bagian kecil yang dikerjakan secara manual, dengan ketebalan sampai 30 mm. Bahan yang sering dipakai adalah SBR (styrene butadiene rubber). Dalam hal ini perlu dipelajari sifat ketahanan api dari bahan tersebut.

5. Beton tembak (shotcrete)

Shotcrete merupakan suatu proses pekerjaan dengan menyemprotkan mortar atau beton dengan suatu alat yang bertekanan. Shotcrete memberikan beberapa keuntungan antara lain :

  1. Rongga – rongga pada permukaan akan terisi bahkan pada permukaan yang tidak beraturan.

  2. Pengikatan yang baik antara bahan yang dipakai dan permukaan yang dikerjakan.

  3. Menekan biaya pemasangan bekisting.

  4. Variasi ketebalan beton dapat diatur dengan mudah.

Teknik pelaksanaan shotcrete dibedakan menjadi wet mix dan dry mix dan keduanya mempunyai persyaratan tertentu baik dalam hal pelaksanaan, bahan maupun alat yang digunakan. Teknik dengan mix seringkali pula disebut dengan istilah gunite.

6. Semen

Adukan dengan bahan dasar semen ini dapat diaplikasikan secara manual ke bagian- bagian yang mengalami kerusakan. Beberapa factor yang perlu diperhatikan adalah lekatan bahan dengan beton lama dan ketebalan plestera. Untuk memperoleh lekatan yang baik, permukaan beton lama harus dibersihkan dan diperkasar dan diberi bonding agent yang kompatibel.

Reaksi semen dengan air secara kimia adalah proses eksoterm yang menghasilkan panas, Panas ini dapat menimbulkan retak- retak. Karena itu ketebalan plesteran harus dibatasi dengan 30 mm.

Perbaikan jenis ini dapat mengembalikan sifat ketahanan kebakaran struktur. Untuk perbaikan structural umumnya digunakan campuran antara semen dengan epoxy yang lazim disebut epoxy mortar. Untuk ketebalan yang lebih besar, bahan ini perlu dicampur dengan agregat. Agar panas yang terjadi dapat berkurang.

Dari seluruh metode perbaikan yang dikenal, shotcrete merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk memperbaiki sebuah struktur gedung yang rusak akibat api. Shotcrete dapat dikombinasikan dengan penambahan tulangan dan teknik ini dapat menambah kekuatan elemen struktur yang ada. Fungsi ketahanan terhadap kebakaran dan sebagai lapisan pelindung untuk menjaga durability elemen struktur juga bisa dipenuhi. Apabila diaplikasikan pada bidang yang luas, teknik ini sangat efektif dan merupakan solusi yang tepat dari segi biaya dan kecepatan. Kelamahan shotcrete adalah bahwa metode ini dapat menambah bobot struktur, memerukan peralatan yang relative mahal dan memerlukan tenaga operator yangterlatih dan berpengalaman.

Komponen Beton Bermutu Tinggi

Dewasa ini, karena tuntutan geometris dan metode konstruksi, kian banyak jembatan yang menggunakan beton bermutu dan berkinerja sangat linggi, Jembatan Akihabara di Jcpang menggunakan beton berkekuatan 120 Mpa. Bahkan, Jembatan Sakata Mirai juga di jepang, menggunakan beron bcrmutu ultra tinggi dengan kekuatan mencapai 180 Mpa (sekitar K2000). Meskipun begitu, teknologi beton di Indonesia tidaklah tertinggal terlalu jauh. "Perkembangan teknologi beton di Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun belakangan ini sangat menggembirakan," kata Dr lr FX Supartono, pakar teknologi beton dari universitas Indonesia. Satu yang dapat menjadi parameter adalah proyek jembatan cable stay di perumahanGrand wisata Bekasi. Pylon jembatan terbuat dari beton mutu 60 Mpa (K700) yang dapat memadat mandiri (self compacting concrete) dalam bentuk flowwable concrete.Jembatan Megamall di Pluit adalah contoh lain yang menerapkan beton mutu tinggi balok gelagar (girder) pracetak prategangnya, yaitu berkekuatan 80MPa (K900).

Supartono menjelaskan pada dasarnya beton bermutu tinggi merupakan beton yang memiliki kekuatan tinggi, namun param­eter beton mutu tinggi sangat beragam, tergantung di mana berada. Di Indonesia, beron dengan kekuatan di atas 50 Mpa sudah digolongkan beton mutu tinggi. sementara di Australia, beton berkuatan 200 MPa merupakan hal blasa. Di China, dengan 'menggunakan agregat sintetik, telah ada beton hingga 300 MPa.Dalam perkembangan konstruksi beton modern, beton dituntut menjadi material konstruksi yang bermutu tinggi sekaligus berkinerja tinggi. Pada betonsegar, mudah dalam pengerjaan pengeeoran (workable), panas hidrat yang rendah (low heat of hydration), susut relatif rendah pada saat penge­ringan, memiliki tingkat waktu ikat awal (acceleration) atau penundaan (retardation) yang baik, serta mudah dipompakan ke tempat yang lebili tinggi, merupakan beberapa tuntutan yang harus dapat dipenuhi beton bermutu dan berkinerja tinggi.

Sementara, pada beton yang sudah mengeras, beton bermutu clan berkinerja tinggi dituntut memiliki kckutan tekan yang tinggi atau sangat tinggi, kuat tarik yang lebih baik, kuat tekan awal yang tinnggi, perilaku yang daktail (liat), kedap udara dan air, tahan terhadap abrasi clan korosi sulfat, penetrasi klorida yang rendah, muai susut yang rendah, dan awet.


Bahan aditif

Untuk meningkatkan kinerja beton, terdapar beberapa cara yang bisa dilakukan. Pertama, mengurangi porosi beton dengan cara mengurangi jumlah air dalam adukan beton. Kedua, menambahkan aditif mineral seperri silicafume, copper slog atau abu terbang (fly ash). Ketiga, menambahkan serat pada adukan beton. Keempat, menggunakan beton dengan sifat pemadatan mandiri atau self compacting concrete. Menurut Supartono, dalam pembuatan beton, semen merupakan satu komponen yang paling mahal sehingga sangat menentukan harga beton. Salah satu cara menekan harga beton adalah dengan mengurangi penggunaan semen. namun, untuk menghasilkan beton bermutu dan berkineria tinggi, jumlah se­men yang dikurangi harus digantikan dcngan zat aditif lain. Supartono menganjurkan untuk. menggunakan limbah industri metal seperri silicafume dari industri silica dan copper slag yang merupaKan limbah pada tungku pembakaran tembaga, atau mcnggunakan abu terbang dari limbah pembakaran batu bara.

Mikrosilika

Silicafume atau disebut juga mikrosilika merupakan limbah yang memiliki kandungan silica (SiO2) mencapai 85-95% Ukuran butiran silika yang sangat halus bcrkisar 0,1-­1 µm. lebih kecil dibandingkan butiran semen yang bekisar 5-50 µm. Jika ditambahkan pada adukan beton, akan mengisi rongga rongga di antara butiran semen sehingga beton akan menjadi lebih kompak dan padat.

Selain itu, rnikrosilika akan bereaksi dengan C3S dan C2S dalam semen dan menghasilkan gel CSH-2 yang akan membentuk suatu ikatan gel yang kuat dan padat di di dalam beton.

Selanjutnya, reduksi kalsium hidroksida (CaOH) oleh Si02 akan mengurangi unsur pembentuk ettringite sehiogga mengurangi sensitivitas beton terhadap serangan sulfat. Karenanya, beton tidak mudah ditembus air serta tidak mudah mengalami korosi. Karena harga mikrosilikon masih mahal, umumnya penggunaan mikrosilika hanya 3-10% dari berat semen dalam adukan beton.

Komposisi abu terbang (fly ash) hampir sama dengan mikrosilika, tetapi kadar silika (SiO2) yang terkandung di dalamnya lebih rendah, hanya sekitar 40-65% saja. Efek fly ash terhadap beton juga hampir sama dibanding menggunakan aditif mikrosilika. Namun gel CSH-2 vang dihasilkan lebih rendah sehingga kekompakan dan kepadatan beton juga rendah. Untuk meningkatkan mutu beton yang menggunakan flY ash, maka kadarnya harus lebih banyak, yaitU 20% dari total berat semen dalam beton.


Copperslag

Copper slag merupakan salah satu dari ground granu­lated blast furnace. slag (GGBFS) atau ampas bijih dan tungku perapian. Komposisi bahannya mendekati semen dan harganya relatif lebih murah. Copper slag bisa sebagai aditif yang sekaligus mengantikan semen dalam adukan beton. Sering kali dalam praktik di lapangan persentase dibuat cukup tinggi, berkisar antara 20-65%.

Copper slag yang menggantikan sebagian semen memberikan beberapa keuntungan. Pertama, panas hidrasi dan muai susut beton akao berkurang sehingga memperbaiki kinerja beton. Kedua, harga beton akan lebih murah. Ketiga, dengan mengurangi konsumsi semen, berarti juga akan mengurangi energi dalam proses pembuatan semen dan mengurangi polusi yang disebabkan proses produksi semen. Keempat, dengan menggunakan bahan limbah, berarti secara nyata telah menerapkan teknologi material berkelanjulan (sustainable material technology). "Penggunaan limbah merupakan satu bentuk peran serta kita melestarikan lingkungan," terang Supartono yang juga memimpin perusahaan konsultan PT Partono Fondation.

Penelitian yang dilakukan Departemen Teknik Sipil Universitas Tarumanagara menunjukkan bahwa penggantian sebagian semen dengan copper slag, dengan porsi 10-40%, dapat menghasilkan beton berkekuatan 60-75 MPa, tergantung pada kehalusan copper slag. Ada dua rnacam ukuran kehalusan yang digunakan, yaitu 90’ cm2 / grm dan 1.184 cm2/grm. Semakin halus copper slag, Makin tinggi pula kuat tekan beton. Pengujian ini menggunakan rasio kadar air semen sekitar 0,3.


Bahan serat

Selain limbah dan industri metal, bahan serat (fiber) dapat pula meningkatkan kinerja beton, yang dikenal dengan beton berserat. Disini serat berfungsi sebagai tulangan mikro yang melindungi beton dari keretakan, meningkatkan kuat tarik dan lentur secara tak langsung. Serat juga meningkatkan kekuatan tekan dan daktilitas beton, meningkatkan kekedapan beton, serta meningkatkan daya tahan beton terhadap beban bertulang dan beban kejut. Sistem tulangan mikro yang terbuat dari serat-serat ini bekerja berdasarkan prinsip-prinsip mekanis, yaitu berdasar pada ikatan (bond) anatar serat dan beton, bukan secara kimiawi..Oleh karenanya, material komposit beron berserat akan menjadi bahan yang tak mudah retak.

Proses kimiawi dalam beton tidak akan terpengaruh dengan adanya serat dan tidak akan merugikan proses pengerasanbeton dalam jangka pendek maupun panjang. Beberapa jenis bahan serat yang dapat dipergunakan dalam beton, antara lain serat alami (rami, abaca), serat sintetis (polyproplene. polyester), nylon), serat baja, dan fiber glass.

Meningkatkan kuat tarik dan lentur, meningkatkan daktilitas dan kemampuan menyerap energi saat berdeformasi, mcngurangi retak akibat susut beton, meningkatkan ketahanan fatigue (beban berulang) dan meningkatkan ketahanan impact (beban tumbukan) merupakan beberapa keunggulan beton berserat.


Self compacting concrete

Satu konsep terbaru untuk menciptakan beton berkinerja tinggi adalah dengan mcnggunakan self compacting concrete berbentuk flowoble Concrete. Konsep ini menjadi solusi agar beton dapat dituang dengan mudah dan cepat tanpa perlu dipadatkan/ digetarkan. Beton dengan mudah mengalir, mengisi rongga-rongga tulangan yang rapat tanpa mengalami bleeding atau segregasi, meskipun pada tempat- tempat sulit.

Secara umum, self compacting concrete yang cliproduksi dengan bahan tambahan super plasticizer berbasis polimer, mikrosilika, serta tambahan lain yang spesifik serta ukuran agregat lebih kecil dari 20 mm, dapat menghasilkan beton bermutu dan berkinerja tinggi. Diakui Supartono, perkembangan teknologi beton nasional sangat tertinggal dengan negara maju. Belum banyak insinyur yang menguasai dan mendalami teknologi beton bermutu dan berkinerja tinggi, khususnya dalam teknologi pencampuran material. Selain itu juga terkendala kualitas material yang ada di Indonesia.