Kamis, 01 Juli 2010

PAGODA TAHAN GEMPA


Ketika bencana gempa bumi mengguncang jepang, pagoda-pagoda yang berdiri di sana tetap berdiri tegar, tanpa mengalami kerusakan yang berarti. Hal ini, sebagaimana ditulis oleh Veda Atsushi dalam majalah Nipponia. Jepang, memang merupakan negara yang mengalami banyak gempa bumi serius. Tetapi, tidak ada catatan tentang sebuah pagoda yang runtuh, selama terjadi gempa tersebut. Gempa bumi Hanshin Awaji pada tahun 1995, misalnya, telah banyak meruntuhkan bangunan tinggi dan modern di Kobe. Namun, tidak satu pun dari 13 pagoda bertingkat tiga di sekitar provinsi Hyogo yang rusak. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Pertama, bahan yang digunakan. Setiap bagian struktur dari pagoda tersebut, terbuat dari kayu. Apabila kayu tersebut mengalami gaya, maka ia akan melengkung atau memilin, sehingga tidak mudah patah. Dan ketika gaya itu hilang, kayu akan kembali ke bentuk semula. Karena sifat kayu yang fleksibel, gaya yang diakibatkan oleh gempa dapat diserap dengan baik. Secara struktural untuk mengimbangi sifat kayu yang fIeksibel kayu dikunci bersama sama, hampir tidak menggunakan paku sama sekali, dengan cara memasukkan bagian ujung yang dipahat lebih tipis dan sempit ke dalam lubang. Jadi, apabila permukaan tanah mulai bergoyang, maka permukaan kayu di dalam sambungan tersebut akan terpilin dan saling bergesekan. Hal ini mampu mencegah gaya gempa, agar tidak tersalur ke bagian atas menara. Ada sekitar seribu sambungan pin yang besar di dalam pagoda. Sehingga, membuat seluruh struktur hampir sama fIeksibelnya dengan konyaku (jenis makanan mirip agar-agar yang padat, terbuat dari umbi tanaman).

Gambar1 : Pagoda terbuat dari kayu

Ketahanan pagoda akan gempa ada hubungannya dengan lapisan struktur dari bangunan tersebut. Apabila kita menyusun potongan konyaku berbentuk kubus sama besar ke atas (vertical), maka potongan konyaku ini tidak akan dapat berdiri tegak. Akan tetapi, kaIau potongan konyaku tersebut disusun vertical ke atas dengan ukuran kubus makin ke atas makin mengecil, maka hal ini akan dapat berdiri tegak. Prinsip ini dapat ditemukan pada pagoda, dimana pada dasamya pagoda tersebut, adalah sejumlah struktur, seperti kotak yang ditempatkan di atas kotak lainnya, mirip jubako (kotak kayu untuk menyimpan makanan dimana kotak ini dapat ditumpuk satu di atas yang lainnya, dengan mencocokan bagian bawah dati salah satu kotak dengan bibir kotak di bawahnya). "Kotak-kotak" ini semua, di­kunci bersama-sama dengan sambungan pin. Kalau tanah bergoyang, masing-masing lapisan kotak akan bergoyang perla­han dan akan terlepas dari yang lainnya.Setiap lapisan kotak, memperbolehkan sejumlah goyangan tertentu. Akan tetapi, apabila mereka bergoyang terlalu jauh dari pusat, maka akan jatuh. Pada zaman dahulu, seorang tukang kayu yang ahli dalam teknik konstruksi, sangat memper­hatikan hal t~rsebut, ketika gempa bumi yang sangat besar terjadi. Ia memperhati­kan, bahwa ketika lapisan kotak paling bawah bergoyang ke kiri, kotak di atasnya bergoyang ke kanan, kotak diatasnya lagi bergoyang ke kirl dan seterusnya.

Goyangan seperti ini, mempunyai kemirlpan dengan goyangan yang terjadi pada mainan tradisional yajirobe yang mempunyai lapisan-lapisan dengan ukuran yang ber­beda dan bergoyang dalam arah yang berlawanan antara yang satu dengan yang lainnya. Setelah itu, ia akan kembali pada posisi tegak ,ujung tangan mainan keseimbangan yajirobe yang bersilang, menggu­nakan tenaga yang sama daei titik tumpu yang ber­lawanan, membuat posi­si tangan datar. Kalau beban di sisi kiri ditekan ke bawah, jarak horizontal dari titik tumpu ke kedua beban, menjadi tidak sama. Karena jaraknya menjadi lebih panjang, sehingga beban di kanan akan lebih banyak meng­gunakan banyak tenaga ke bawah dan membawa tangan yang bersilang kembali seimbang. Jadi setiap perubahan vertikal dari beban akhir, hasilnya akan kembali ke horizontal. Gempa yang benar-benar kuat dapat mendorong satu lapisan kotak dari dasamya dan menjatuhkan seluruh struktur.

Paling menarik, adalah komponen struktur untuk mencegah akan terjadinya hal ini. Sebuah percobaan dengan menggunakan menara dari lima buah mangkok yang berdiri terbalik di atas baki. Apabila bakinya digoyang, maka mangkok-mangkok akan jatuh. Akan tetapi, apabila dibuat sebuah lubang pada bagian bawah setiap mangkuk, kemudian dimasukkan sumpit panjang melalui lubang tersebut serta menguncinya secara vertikal. Mangkuk-mangkuk ini akan menjadi sebuah menara yang kokoh dan tetap berdiri, walaupun baki tempat berdirinya mangkuk­mangkuk tersebut digoyangkan. Apabila salah satu mangkuk bergerak ke salah satu sist maka mangkuk yang lainnya akan ditarik kembali oleh sumpit. Sumpit yang berdiri vertikal memegang mangkuk ber­sama-sama, seperti grendel yang mengunci sebuah pintu, meskipun posisi grendelnya horizontal. Grendel kunci pada pagoda, adalah tiang tengah yang tebal (shinbashira) yang berdiri dari bawah ke atas. Apabila salah satu kotak mencoba bergeser ke pinggir, tiang yang kokoh akan mengembalikannya ke tengah. Selama gempa bumi terjadi, tiang di tengah akan bergoyang sedikit, seperti pendulum terbalik, melawan gaya gempa.

Gambar 2 : lima buah mangkok

Semua faktor untuk kestabilan ini, fIeksibilitas, sambungan pin, konstruksi se­perti kotak berlapis, kemampuan bergoyang dan keamanan grendel kunci vertikaL digabungkan dalam sebuah struktur yang mirip dengan sebuah pohon willow dalam goyangan dan daya tahannya terhadap gempa bumi.

Jenis struktur yang mengagumkan dan dibangun dengan logis ini, telah ada di Jepang selama lebih dari seribu tahun. Pagoda tersebut, memang didesain sesuai dengan kondisi Jepang yang sering mengalami gempa bumi. Konsep desain struktur dari benua Asia yang mungkin digabungkan dengan metode konstruksi tiang yang digunakan di bangunan Jepang sejak zaman kuno, misal­nya penggalian di daerah Sinnai Maruya­ma di Propinsi Aomori menampakkan bahwa enam buah tiang kayu yang besar digunakan untuk menyangga bangunan.

Strategi struktural yang ditemukan pada pagoda di Jepang, terlihat pula pada beberapa bangunan tinggi yang ada sekarang. Bangunan batu yang lebih tua, dibuat kokoh dan keras agar dapat menahan gempa, seperti sebuah pohon ek. Bangunan baru didesain untuk menjadi fleksibeL bergoyang secukupnya untuk meniadakan gaya gempa, seperti sebatang pohon pillow, juga seperti pagoda di Jepang. Berlapis-lapis karet yang berat diletakkan di bawah pondasi. Mekanisme pengatur dengan desain rangka yang saling mengunci digunakan pada tiang, balok, dinding dan komponen struktur lainnya. Tangki air setengah penuh diletakkan di atap, sehingga air yang bergerak selama gempa dapat menetralkan gaya gempa.

Gambar 3 : Gambar pagoda

Pagoda kuil kuno di Jepang, kini me­nunggu untuk menyambut para pengunjung. Pesona keindahannya tetap terpan­car sejak zaman dahulu kala. Mereka mempunyai rahasia-rahasia yang mewakili inti dari iImu pengetahuan dan teknologi serta membuka kemungkinan-ke­mungkinan baru bagi arsitektur modern.

0 komentar:

Posting Komentar